Bahasa Melayu dan Pekanbaru

Refleksi terhadap suara-suara yang terus muncul di tiap ulang tahun kota.

Dirilis: 1 Juli 2025

Pendahuluan

Bahasa Melayu dan Pekanbaru, sebuah hal yang sering menggema di hari ulang tahun kota. Karena hingga ke 200an tahun ini masih menggema, maka dapat kita anggap kalau jalan keluarnya masih nihil. Bisa ditebak juga, kalau di tahun mendatang akan kembali muncul narasi ini.

Kadang, narasi ini menjadi sesuatu hal yang membuat was-was di tengah multikulturalnya Kota Pekanbaru. Apalagi ketika narasi ini dilemparkan di ranah digital yang biasanya tanpa saringan. Komentar sara sudah hampir pasti ada. Hal ini membuat diskusi sehat tentang hal ini menjadi buyar.

Pertanyaan Inti

Dalam hal ini, apakah yang sebenarnya diperlukan agar bahasa Melayu benar digunakan oleh masyarakat Pekanbaru di keseharian mereka? Dari banyak postingan, tidak banyak yang benar-benar mencoba menjawab hal ini. Dari segi postingan, biasanya cuma menjual keprihatinan. Dari komentar, cuma bisa menyerang penggunaan bahasa daerah lain. Tidak ada jalur yang benar-benar bertemu sebagai titik awal jalan keluar.

Kadang, lucunya postingan yang menjual keprihatinan pun, ternyata ditulis dalam bahasa Indonesia. Poinnya apa? Malah pembuat postingan sendiri abai atas penggunaan bahasa Melayu di imbauan mereka. Padahal, kalau benar pembuat postingan se-concern itu dengan bahasa Melayu, maka gunakanlah ragam tertulis bahasa Melayu di postingan mereka. Agar ini menjadi pemantik dan lebih banyak lagi ke depannya orang-orang memposting sesuatu dalam bahasa Melayu.

Penutup

Mungkin, ini juga yang menjadi alasan minimnya penggunaan bahasa Melayu di Pekanbaru. Atau, mungkinkah bahasa Melayu itu sendiri perlu diperjelas kembali — apakah harus menyerupai BM di Malaysia, atau ternyata di tanah Riau, ada versi bahasa Melayu tersendiri? Apalagi, di banyak aliran sungai besar di Riau, banyak juga variasi bahasa Melayunya.

Cara awalan paling sederhana, ya membuat postingan berbahasa Melayu Riau sebanyak mungkin agar orang memahami dan menirukan. Mungkin benar, di era kekinian, sekadar postingan keprihatinan akan cepat dilupakan orang. Postingan serupa terlalu banyak bertebaran sehingga membuat kita letih. Tapi kalau sesuai gagasan tadi — kalau dimulai gerakan postingan berbahasa Melayu Riau yang diperbanyak — hal ini akan menjadi semacam pengait yang akan membuat orang-orang antusias, alih-alih ingin bersikap masa bodoh.

← Kembali ke Beranda