Fotografi Jalanan

Sebuah Tren?

Ketika membuka sosial media, terutama yang menjual keindahan sebuah kota atau tempat, selain pemandangan, ada satu hal lagi yang seakan coba dijual, yaitu aktivitas masyarakatnya.

Dari sekian banyak aktivitas masyarakat kota, di antaranya adalah dalam bentuk olahraga. Salah satu yang sedang naik pamor adalah berolahraga di iven Car Free Day. Sebuah alternatif bagi warga kota di tengah kesibukan harian. Satu hari yang disediakan langsung oleh pemerintah setempat dimanfaatkan sebaik mungkin untuk meremajakan tubuh.

Tidak pelak, kegiatan ini akan berisikan banyak momen dan kejadian. Ketika seseorang memiliki lensa dan kamera, maka hasrat untuk mengabadikan momen adalah suatu keniscayaan.

Warga kota yang berolahraga tentulah bisa menjadi obyek fotografi. Banyak kejadian, momentum, dan ekspresi yang bisa diabadikan. Sebuah bahan fotografi yang sulit diabaikan.

Pertanyaan yang seharusnya muncul kemudian, jika pemotret mengunggah foto-foto itu ke media sosial, terutama yang fokus ke perseorangan, tanpa concern modelnya (Katakanlah demikian), dan juga tidak mentag sosial media model yang setidaknya sebagai pemberitahuan, apakah hal demikian dapat dibenarkan?

Apakah Ini Cukup Dibahas Sebagai Etika?

Kata 'etika' seharusnya menjadi sesuatu yang top-of-mind ketika selesai membaca pendahuluan di atas. Apakah tidak masalah kalau mempertanyakan hingga sejauh itu? Sebab di masyarakat kita, sepertinya tidak banyak suara keberatan mengenai persoalan demikian. Sesuatu yang antara dianggap lumrah atau wajar.

Tapi, sungguhlah apakah bisa merasa nyaman sepenuhnya beraktivitas di sebuah iven kebugaran kota, kalau ads lensa yang mengamati dan memotret gerak-gerik kita? Malah, bagaimana kalau lensa yang mengamati itu tidaklah kita ketahui lokasi dan asal-muasalnya? Belum lagi, kalau ternyata ada di antara kita yang tidak menyadari, bahwa foto kita yang sedang beraktivitas malah sudah diunggah tanpa persetujuan kita. Lebih dari itu, apakah concern dan persetujuan kita bukanlah sesuatu yang sakral lagi di era digital ini?

Bagaimana Ke Depannya?

Apakah hal semacam ini hanya perlu diselesaikan dengan cara dimakluki belaka? Sesuatu yang dianggap sudah dikompromikan tapi tidak ada jawaban yang pasti?